Dalam Tangani Sengketa Tanah Jangan Hadapi Rakyat Seperti Teroris
Anggota Komisi II DPR Henry Yosodiningrat meminta aparat kepolisian dalam menangani sengketa tanah antara rakyat dengan siapapun agar tidak menghadapinya seperti teroris. Rakyat juga jangan dihadapi seperti melawan tentara asing yang melakukan agresi.
”Mereka adalah anak bangsa dan rakyat kita yang harus dilindungi, bukan diperlalukan seperti musuh ditembak dengan peluru karet, dihalau dan dipentung,” kata Henry saat pertemuan dan Kanwil BPN Lampung dan jajarannya, Sekda Prov. Lampung serta kepolisian Lampung di Bandarlampung , Senin (28/9) lalu.
Bersama Tim Kunker Spesifik Panja Pertanahan Komisi II dipimpin Wakil Ketua Komisi Ahmad Riza Patria, yang terdiri 11 anggota secara khusus mengunjungi Lampung gelar perkara atas kasus-kasus tanah yang terjadi. Baik kasus pertanahan antara masyarakat dengan BUMN, dengan BUMD, dengan swasta maupun kasus pertanahan antara masyarakat dengan Pemprov.
Menurut Henry, dalam penanganan kasus-kasus tanah sering mengakibatkan benturan dan menimbulkan korban jiwa. Untuk itu dia menegaskan kembali agar polri dalam menangani sengketa tanah antara rakyat dengan siapapun bersikap profesional tanpa mengakibatkan korban jiwa.
Sebelumnya mantan pengacara ini menggaris bawahi pernyataan dua anggota DPR Tagore Abu Bakar dan Budiman Sudjatmiko ada perusahaan melampaui HGU yang diberikan. Menyimak penjelasan Kanwil BPN, penyelesaian kasus tanah seakan-akan hak rakyat boleh dilanggar, dirampas lalu diberi ganti rugi. Setelah diberi ganti rugi lalu kalau ada permasalahan ke pengadilan.
“Pengalaman selama puluhan tahun menjadi praktisi hukum dalam membela rakyat miskin selalu kalah. Bila berhadapan dengan badan-badan hukum yang memiliki HGU pasti akan dibackup BPN, BPN pasti nggak mau kalah dan sertifikat dibatalkan. Perusahaan besar dibackup penguasa kebetulan ketemu hakim yang hanya berpihak uang, maka rakyat kecil jadi korban,” tegas Henry.
Sikap serupa dinyatakan anggota Tim Komisi II Tagore Abu Bakar bahwa jawaban Kanwil BPN Lampung cenderung bela pengusaha. “Nggak ada kata-kata rakyat harus diapakan, yang ada pengusaha sudah punya hak.Kami datang untuk bela rakyat, sama-sama turun investigasi, supaya selesai, mau lihat surat ukurnya, system ukurnya lalu patok batas yang disaksikan kepala desa,” ungkap dia.
Seharusnya, tambah Tagore, tanah hak adat itu diperdakan. Tapi Bupati-bupati lupa bahwa itu ada kewajiban yang harus dilaksanakan bersama DPRD, sebab kalau sudah diperdakan aman betul. "Jawaban BPN tidak lengkap, karena itu kami akan investigasi dengan Dirjen Sengketa sampai dimana kebenaran HGU ini dan harus demi kepentingan rakyat. Tatkala rakyat membutuhkan, maka HGU harus mengalah bukan dibayar. HGU banyak dikuasasi orang asing, sementara rakyat sendiri tidak punya tanah,” keluh politisi PDI Perjuangan asal Aceh ini. (mp)/foto:mastur/parle/iw.